Pada retret Lamrim Desember 2015 lalu, Rinpoche membahas motivasi agung, yaitu mencapai Kebuddhaan demi kebaikan semua mahkluk Ibu-ibu kita. Setelah menjelaskan manfaat-manfaat menumbuhkan batin pencerahan (Bodhicitta), Rinpoche membahas mengenai bagaimana cara membangkitkan batin pencerahan. Dan pada kelas Review Retret Lamrim minggu ini akan membahas ulang mengenai melatih batin dengan instruksi Menyetarakan dan Menukar diri dengan mahkluk lain.
Instruksi ini berasal dari Arya Santideva. Sehingga Attha membuka kelas dengan menjelaskan sedikit biografi dari Arya Santideva. Siapakah Arya Santideva? Klik di sini.
2. Merenungkan dalam banyak cara mengenai kesalahan-kesalahan mementingkan diri sendiri
3. Merenungkan dalam banyak cara mengenai manfaat-manfaat mementingkan orang lain
4. Melatih praktik utama menukar diri dengan mahkluk lain
5. Memeditasikan pada praktik memberi dan mengambil
Instruksi ini berasal dari Arya Santideva. Sehingga Attha membuka kelas dengan menjelaskan sedikit biografi dari Arya Santideva. Siapakah Arya Santideva? Klik di sini.
Instruksi Menyetarakan dan Menukar Diri dengan Mahkluk Lain
Attha membacakan bait pada buku Liberation:
"Batin yang mementingkan diri sendiri paling bertanggung jawab atas semua hal yang tak menyenangkan terjadi pada diri kita. Hal ini termasuk kejahatan yang dilakukan orang lain terhadap kita, contohnya dengan menggunakan senjata atau racun, begitu juga yang dilakukan kepada kita oleh dewa-dewa duniawi, para naga dan mahkluk hidup bukan manusia lainnya. Bahkan batin yang mementingkan diri sendiri bertanggung jawab ketika kita terlahir kembali di alam-alam neraka, setan kelaparan, atau binatang dan seterusnya, karena semua akibat tersebut disebabkan oleh keyakinan ang jahat bahwa membunuh atau merugkan mahkluk lain, sifat kikir, dan perilaku lainnya yang sejenis, merupakan cara untuk memperoleh kebahagiaan bagi diri kita sendiri."
Tidak ada salahnya kita mencari kebahagiaan, namun yang salah adalah cara mendapatkan kebahagiaan tersebut. Kita salah kaprah menilai sesuatu yang tidak murni sebagai murni, tidak kekal sebagai kekal, dan sebagainya. Batin yang mementingkan diri sendiri ini sangat buruk, buktinya kita masih di dalam samsara, tidak seperti Buddha. Buddha dulunya sama seperti kita, tapi bedanya, Buddha bukan anak-anak lagi. Anak-anak itu memikirkan diri sendiri sehingga masih di samsara. Sedangkan Buddha memikirkan orang lain sehingga bebas dari samsara.
Banyak argumen-argumen yang bisa kita gunakan untuk melawan batin yang mementingkan diri sendiri ini. Batin yang mementingkan diri sendiri ini besar, bulat dan padat. Batin ini yang kita bawa kemana-mana selalu. Jika kita ingin menguranginya, kita harus mempraktikkan instruksi ini. Hal ini bukanlah hal-hal yang sulit dimengerti. Phabongka Rinpoche mengatakan bahwa kesalahan tersebut disebabkan oleh perbedaan persepsi. Diibaratkan dengan di sini dan di situ. Apabila di sini dipindah menjadi di situ, di situ akan menjadi di sini.
Ketika kita belum dapat mempraktikan seluruhnya, ibarat akar yang menjadi obat bukan keseluruhan pohon, hanya mempraktikkan instruksi ini sedikit saya akan memberikan manfaat yang manjur.
Eka Agustian kemudian menambahkan dengan perumpamaan, kita sangat menyukai suatu makanan tertentu dan sudah 20 tahun tidak memakannya, kita diberikan sepotong makanan tersebut. Kemudian kita bayangkan ada diri kita yang lain di depan kita. Diri kita sendiri. Apakah kita rela memberikan makanan tersebut? Pada dasarnya orang lain sama seperti kita, menginginkan kebahagiaan juga. Jadi mengapa kita begitu mementingkan diri kita sendiri.
"Batin yang mementingkan diri sendiri paling bertanggung jawab atas semua hal yang tak menyenangkan terjadi pada diri kita. Hal ini termasuk kejahatan yang dilakukan orang lain terhadap kita, contohnya dengan menggunakan senjata atau racun, begitu juga yang dilakukan kepada kita oleh dewa-dewa duniawi, para naga dan mahkluk hidup bukan manusia lainnya. Bahkan batin yang mementingkan diri sendiri bertanggung jawab ketika kita terlahir kembali di alam-alam neraka, setan kelaparan, atau binatang dan seterusnya, karena semua akibat tersebut disebabkan oleh keyakinan ang jahat bahwa membunuh atau merugkan mahkluk lain, sifat kikir, dan perilaku lainnya yang sejenis, merupakan cara untuk memperoleh kebahagiaan bagi diri kita sendiri."
Tidak ada salahnya kita mencari kebahagiaan, namun yang salah adalah cara mendapatkan kebahagiaan tersebut. Kita salah kaprah menilai sesuatu yang tidak murni sebagai murni, tidak kekal sebagai kekal, dan sebagainya. Batin yang mementingkan diri sendiri ini sangat buruk, buktinya kita masih di dalam samsara, tidak seperti Buddha. Buddha dulunya sama seperti kita, tapi bedanya, Buddha bukan anak-anak lagi. Anak-anak itu memikirkan diri sendiri sehingga masih di samsara. Sedangkan Buddha memikirkan orang lain sehingga bebas dari samsara.
Banyak argumen-argumen yang bisa kita gunakan untuk melawan batin yang mementingkan diri sendiri ini. Batin yang mementingkan diri sendiri ini besar, bulat dan padat. Batin ini yang kita bawa kemana-mana selalu. Jika kita ingin menguranginya, kita harus mempraktikkan instruksi ini. Hal ini bukanlah hal-hal yang sulit dimengerti. Phabongka Rinpoche mengatakan bahwa kesalahan tersebut disebabkan oleh perbedaan persepsi. Diibaratkan dengan di sini dan di situ. Apabila di sini dipindah menjadi di situ, di situ akan menjadi di sini.
Ketika kita belum dapat mempraktikan seluruhnya, ibarat akar yang menjadi obat bukan keseluruhan pohon, hanya mempraktikkan instruksi ini sedikit saya akan memberikan manfaat yang manjur.
Eka Agustian kemudian menambahkan dengan perumpamaan, kita sangat menyukai suatu makanan tertentu dan sudah 20 tahun tidak memakannya, kita diberikan sepotong makanan tersebut. Kemudian kita bayangkan ada diri kita yang lain di depan kita. Diri kita sendiri. Apakah kita rela memberikan makanan tersebut? Pada dasarnya orang lain sama seperti kita, menginginkan kebahagiaan juga. Jadi mengapa kita begitu mementingkan diri kita sendiri.
Pada kelas selanjutnya, akan dibahas poin-poin ini lebih mendetail.
1. Memeditasikan kesetaraan diri dengan mahkluk lain2. Merenungkan dalam banyak cara mengenai kesalahan-kesalahan mementingkan diri sendiri
3. Merenungkan dalam banyak cara mengenai manfaat-manfaat mementingkan orang lain
4. Melatih praktik utama menukar diri dengan mahkluk lain
5. Memeditasikan pada praktik memberi dan mengambil