Wednesday, March 25, 2015
Home »
» Arya Santideva
Arya Santideva
Arya Santideva lahir di kota Saurastra, di Utara Bodhgaya. Ia merupakan anak Raja Kusalavarma dan Ratu Vajrayogini. Semenjak kecil. Pangeran Santivarman (nama kecil Arya Santideva) menunjukan keahliannya dalam semua ilmu pengetahuan. Ketika berumur 6 tahun, Ia bertemu dengan seorang Yogi yang kemudian memberikannya inisiasi dan ajaran Manjusri. Dari praktik inilah, kemudian Beliau dapat melihat secara langsung Manjusri dan menerima ajaran secara langsung.
Pangeran Santivarman merupakan pewaris tahta kerajaan. Setelah ayahnya meninggal, Ia siap untuk dinobatkan menjadi raja baru. Namun, ia memimpikan Manjusri sebelum penobatannya. Manjusri duduk di atas tahta dan berkata: "Tahta ini milikku karena Aku adalah Gurumu. Tidaklah pantas, kita berdua duduk di tahta yang sama."
Di malam yang sama, Tara menampakkan dirinya dalam mimpinya dalam wujud Ibunya. Ia menuangkan air panas di atas kepalanya, dan berkata: "Kedudukan raja seperti air panas neraka: suatu situasi yang akan kamu segera masuki." Dan ketika Ia bangun, Ia melihat menjadi raja seperti pohon beracun dan dia meninggalkan kerajaannya.
21 hari setelah pelariannya, Santideva merasa sangat haus dan mencari air. Ia menemukann mata air di tengah-tengah hutan. Ketika hendak meminumnya, seorang gadis muncul dan melarangnya karena beracun. Ia kemudian memberikan air yang menghilangkan dahaganya dan mengarahkannya kepada seorang Yogi yang membukakan banya pintu kebijaksanaan dan konsentrasinya. Yogi ini adalah manifestasi dari Manjusri dan gadis tadi adalah manifestasi dari Tara.
Ketika meninggalkan hutan, Santideva membawa pedang kayu yang merupakan simbol pedang kebijaksanaan milik Manjusri. Ia berangkat ke Kerajaan Pancamasimha. Raja negeri tersebut mengakui Santideva sebagai orang yang sangat bijaksana dan cakap dalam semua ilmu pengetahuan dan menunjuknya sebagai salah satu menterinya.Santideva menerima posisi ini dan selama masa jabatannya ia memperkenalkan keterampilan berbagai kerajinan ke kerajaan.
Meskipun santideva selalu dilakukan tugasnya sesuai dengan Dharma, menteri lain merasa sangat cemburu dan memberitahukan pada raja bahwa Santideva adalah penipu. Ia mengeklaim fakta bahwa pedang Santideva hanya terbuat dari kayu sebagai buktinya. Dalam rangka menyelidiki tuduhan ini, raja memerintahkan semua menteri untuk menunjukkan pedangnya. Santideva memperingatkan raja bahwa dengan melihat pedangnya akan menyebabkan banyak kerugian. Tapi raja tidak percaya dan bersikeras agar Santideva mematuhi perintah kerajaan. Ia kemudian mengatakan kepada raja untuk menutup mata kanannya dan hanya melihat dengan mata kirinya. Raja melakukan sesuai yang disarankan. Setelah melihat sinar yang luar biasa dari pedang kayu Santideva, mata kiri raja jatuh. Santideva mengambilnya dan mendorongnya kembali ke dalam rongga mata raja, menyembuhkan sepenuhnya. Sang Raja menyadari bahwa Sintideva sebenarnya adalah seorang Siddha yang hebat, dan keyakinan tumbuh dalam hatinya. Raja kemudian membuat banyak persembahan untuk Santideva dan memintanya untuk tetap di kerajaannya. tapi Santideva menolak. Ia mendorong Raja untuk memerintah
kerajaannya sesuai dengan Dharma dan menyarankan 20 fondasi Dharma ditegakkan. Kemudian Santideva meninggalkan kerajaan menuju biara pusat Nalanda.untuk pusat biara Nalanda.
Di Nalanda, ia menerima pentahbisan biksu dari kepala biara Jayadeva dan memberikannya nama Santideva. Selama tinggal di Nalanda, ia menerima ajaran-ajaran dari Manjusri dan merealisasikan banyak sekali ajaran Sutra dan Tantra. Dengan mengatasi semua gangguan internal dan eksternal
ia mencapai realisasi tertinggi tahapan jalan.
Dari luar, ia tampak seperti orang yang hanya makan 5 kali sehari tanpa bekerja, belajar dan bermeditasi. Karena hal ini, beberapa bhiksu menjulukinya sebagai Bhu-Su-Ku sebagai: "Orang yang hanya makan, tidur dan buang air besar."Tidak memiliki kewaskitaan, mereka tidak tahu sejauh mana realisasi Santideva dan mengatakan "Santideva tidakpernah terlibat dalam salah satu dari ketiga aktivitas yang diharuskan untuk seorang bhiksu sehingga ia harus diusir dari biara."
Karena sulit untuk mengusirnya, mereka memutuskan untuk mempermalukan dirinya sehingga ia meninggalkan biara atas kemauannya sendiri. Rencana mereka adalah meminta setiap biksu untuk membaca Sutra Pratimoksha, berpikir bahwa Santideva tidak dapat melakukan hal ini dan dengan demikian akan meninggalkan biara dengan malu.
Awalnya, Santideva menolak permintaan mereka, tapi karena mereka bersikeras, ia mengatakan kepada mereka bahwa ia akan melakukan pembacaan jika mereka membangun tahta untuknya duduk. Mereka setuju dan membangun tahta yang sangat tinggi tanpa ada pijakan dengan berpikir bahwa Santideva tidak akan dapat duduk di atasnya. Ketika Santideva hendak menduduki tahta tersebut, ia mengulurkan tangan, dan mendorong tahtanya turun dengan kekuatan magis dan mendudukinya dengan mudah. Ia menanyakan pada para bhiksu apakah mereka ingin Santideva membacakan sutra yang pernah diajarkan atau yang belum pernah didengar sebelumnya. Mereka menjawab bahwa mereka ingin Santideva membaca sesuatu yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Kemudian Santideva membaca Bodhicaryavatara, dimulai dengan bait berikut:
"Dengan hormat aku bersujud kepada Sang Sugata
Yang menyandang Dharmakaya
Juga kepada para putranya yang mulia
Dan kepada semua yang pantas untuk dihormati"
Ketika sampai pada bab sembilan yaitu tentang kebijaksanaan dan pandangan mendalam mengenai kesunyataan, ia naik ke atas udara. Saat ia pergi lebih tinggi dan lebih tinggi, tubuhnya menghilang dari pandangan, namun suaranya masih terdengar dengan jelas.
Kemudian orang-orang yang memiliki kewaskitaan dalam mendengar dan mereka yang mempunyai ingatan sempurna mencatat perkataan Santideva. Namun terdapat perbedaan dalam versi yang tercatat. Versi India Tengah (Magadha) berisi seribu stanza, versi Bengal Timur berisi kurang dari delapan ratus stanza (memiliki kekurangan bab pengakuan dan kebijaksanaan), dan versi Khasmit berisi lebih dari seribu stanza (tidak termasuk bait salam). Tidak pasti versi mana yang mencatat semua yang dikatakan Santideva.
Mendengar bahwa Santideva berada di Sri Daksina Kalinga (bagian dari Trilinga), tiga pandita pergi menemuinya. Mereka mengundang kembali ke Nalanda, namun Santideva menolak. Mereka menanyakan versi Bodhicaryavatara mana yang paling akurat dan Santideva mengatakan bahwa versi Magadha yang paling benar. Mereka kemudian juga menanyakan keberadaan Teks Siksasamuccaya yang sebelumnya disarankan untuk mereka pelajari. Ia mengatakan teks tersebut dapat ditemukan di lemari rumah tuanya di Nalanda. Lalu Santideva memberikan ajaran mengenai dua teks tersebut.
Di hutan yang sama di mana Santideva tinggal, ada biara yang ditinggali lima ratus Bhiksu. Beberapa biksu ini melihat hewan memasuki gua Santideva tetapi tidak melihat mereka keluar lagi. Mereka kemudian menduga Santideva membunuh mereka. Dengan hati-hati mereka mengamati gua, mereka menemukan bahwa hewan-hewan tersebut meninggalkan gua dalam kesehatan yang baik. Mereka merasa menyesal karena telah memendam pikiran negatif. Mereka meminta Santideva untuk tetap tinggal di hutan dan mengajar, tetapi dia melepas jubah bhiksunya dan pergi ke India Selatan untuk menjalani kehidupan seorang pertapa pengembara.
Suatu waktu, Santideva sedang lewat, seorang perumah tangga melemparkan air sisa cuciannya keluar dari pintu. Ketika jatuh di kaki Santideva dan mulai mendidih seperti air yang dituangkan di atas besi panas. Perumah tangga tersebut kaget dan bingung atas kejadian aneh tersebut. Pada saat yang sama, seorang guru non-Buddhis bernama Sankaradeva bermaksud menantang seorang pandita Buddhis. Ia kemudian menemui Raja Khatubidhari yang memimpin wilayah tersebut. Kondisi yang diajukannya untuk pertandingan tersebut adalah bagi siapapun yang kalah diharuskan menerima doktrin sang pemenang dan tempat berdoanya akan dihancurkan. Ia meminta raja untuk menjadi saksi atas pertandingan tersebut. Raja setuju dan mengirimkan utusan untuk menginformasikan pertandingan ini kepada komunitas Buddhis. Mereka menjawab bahwa tidak ada seorang Buddhis yang sanggup menerima tantangan ini dan raja merasa kecewa.
Saat itu, pemilik rumah yang telah melemparkan air ke kaki Santideva datang untuk memberitahukan raja mengenai insiden tersebut dan menanyakan siapa pertapa misterius tersebut. Setelah mendengar cerita perumah tangga tersebut, raja segera mengirimkan utusan ke segala penjuru untuk menemukan pertapa misteruys tersebut. Setelah lama mencari, Santideva ditemukan duduk di bawah pohon sebagai pengemis. Santideva menerima tantangan guru non-Buddhis tersebut. Ia meminta agar disediakan air dalam pot, pakaian dan api agar dapat membersihkan diri untuk acara tersebut.
Sebuah kerumunan besar orang datang untuk menonton perdebatan. Para kontestan duduk di atas dua buah tahta di tengah. Raja Khatibidhari duduk dengan para menterinya di sebelah kirinya dan pandita lain di sebelah kanannya. Perdebatan pun dimulai. Tidak butuh waktu lama bagi Santideva mengalahkan Sankaradeva. Sankaradeva kemudian menantang Santideva untuk menunjukan kemampuan magisnya. Sankara kemudian menggambar Mandala Siva di atas langit. Ketika Sankara selesai menyelesaikan gerbang timur mandala, Santideva memasuki samadhi angin destruktif dan tiba-tiba angin yang sangat kencang bertiup. Raja, menteri dan para penonton tumbang, area sekelilingnya rusak dan ditutupi dengan debu. Sankaradeva dan mandalanya terbang seperti burung yang terbawa badai ganas. Seluruh area tesebut diliputi kegelapan. Tiba-tiba, Santideva menembakan cahaya yang sangat terang dari antara alis matanya dan angin pun berhenti.Seketika semua orang pulih dari cobaan tersebut dan seluruh area menjadi bersih dan teratur kembali. Untuk memenuhi kondisi kompetisi tersebut, kuil non-Buddhis ditutup, dan banyak non-Buddhis memeluk ajaran Buddha. Di tempat tersebut kemudian dikenal sebagai sebagai "Kekalahan non-Buddhis."
Suatu ketika beberapa non-Buddhis filsuf menghalami kesulitan dengan mata pencaharian mereka, Santideva membuat makanan melalui kekuatan gaib dan kemudian mengarahkan mereka secara bertahapuntuk berpraktik Dharma. Pada kesempatan lain, terdapat bencana kelaparan, dan ribuan orang meninggal kelaparan. Santideva menyelamatkan dan memberikan mereka ajaran yang dapat mengarahkan mereka pada kebahagiaan. Di Ariboshana Timur, hiduplah seorang raja yang memiliki orang-orang jahat berkonspirasi melawan dia. Santideva membantu raja menangkal bahaya ini dan menyebabkan dia dan semua bawahannya ke jalan kebaikan. Pada lain waktu, Santideva mencegah perang dengan menguraikan Dharma suci dan menunjukkan pihak yang bertikai cara yang benar untuk mencapai kebahagiaan.
Ini hanya beberapa contoh dari perbuatan agung Santideva, Bodhisatva Agung, yang dilakukan selama kehidupannya dan kemudian membuatnya ia dihormati sebagai salah satu Guru India terbesar sepanjang masa.
Sumber:
Indian Buddhist Pundits, From "Jewel Garland of Buddhist History" page 67-72
Translated from the original Tibetan Text by Lobsang Norbu Tsonawa
0 comments:
Post a Comment