Friday, December 11, 2015

MAHAPRANIDHANA PUJA 2 - PENUHI AKHIR TAHUN DENGAN KEBAJIKAN

Tak terasa kini kita telah memasuki bulan Desember di tahun 2015. Kita akan segera meninggalkan tahun 2015 ini dan memulai tahun 2016 dengan segala semangat dan resolusi yang baru. Namun sebelum kita membuat resolusi kita harus melihat kembali apa saja yang telah dilakukan di tahun ini. Satu pertanyaan besar yang perlu benar-benar kita pikirkan adalah sudahkah saya melakukan hal yang bermakna di tahun ini?

Kita dapat mengatakan ‘Saya mencapai naik jabatan di pekerjaan saya, mendapatkan pekerjaan, lulus kuliah, jalan-jalan ke luar negeri, dsb.’ Benar, itu sebuah pencapaian, secara duniawi. Akan tetapi, apakah kita sudah melakukan hal bermakna secara spiritual? Apakah kita sudah mengumpulkan karma baik atau menghindari melakukan karma buruk?

Apakah saya melakukan donasi besar terhadap suatu vihara? Apakah saya membangun stupa? Apakah saya melakukan pengumpulan doa dan mantram? Apakah saya mengisi keseharian saya dengan aktivitas bajik?

Kita perlu merenungkan dengan sungguh-sungguh hal ini. Kemanakah bekal yang kita kumpulkan akan membawa kita di kehidupan mendatang?

Kita bisa mencoba melihat dari aktivitas keseharian kita di tahun 2015 ini. Apakah kita hanya melakukan aktivitas bajik yang menciptakan karma baik? Ataukah kita justru dipengaruhi kekotoran batin dan melakukan dalam karma buruk?

Dipengaruhi keyakinan, kita melakukan puja bakti kepada Buddha. Dipengaruhi kesabaran, kita tidak marah ketika orang yang menghina kita. Dipengaruhi kemurahan hari, kita memberi makan pengemis yang kelaparan atau berdonasi terhadap Sangha. Dipengaruhi semangat, kita menjalankan komitmen pengumpulan doa dan mantram atau mengumpulkan paramita. Dipengaruhi cinta kasih kepada semua mahkluk, kita memanfaatkan setiap momen dalam hidup kita untuk berjuang dalam jalan menuju pencerahan.

Dipengaruhi kebencian, kita mungkin membunuh nyamuk-nyamuk yang menggigit kita atau berniat menyakiti orang lain. Dipengaruhi keserakahan, kita mengambil tanpa ijin barang milik teman kita atau berniat mengambil uang orang tua kita. Dipengaruhi kemarahan, mengucapkan kata-kata kasar kepada orang tua atau orang yang memotong jalan kita ketika menyetir mobil. Dipengaruhi kemalasan, bergosip dan menghabiskan waktu untuk kata-kata tidak berguna atau menolak menolong orang yang meminta bantuan pada kita.

Setelah perenungan yang sungguh-sungguh, apabila kita menemukan bahwa kita lebih banyak mengumpulkan karma baik dalam keseharian kita, kita harus bermudita dan bersemangat mengumpulkan kebajikan. Namun apabila kita cenderung menemukan bahwa kita lebih banyak mengumpulkan karma buruk, kita harus segera melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.

“Jangan pikir bahwa perbuatan buruk
Sekecil apapun tidak akan mengejarmu.
Sama seperti bejana besar dipenuhi
Oleh tetesan-tetesan air,
Begitu pula orang bodoh dipenuhi kesalahan
Yang dihimpun sedikit demi sedikit.”
~Udana-varga

Kadam Choeling Indonesia mengundang Anda untuk melakukan suatu kegiatan yang luar biasa bermanfaat di akhir tahun 2015 ini. Mempertemukan dua tradisi Buddhis, yaitu Cina dan Tibet. Selama kurang lebih satu minggu, ratusan orang berkumpul dan bersama-sama melafalkan kitab Liang Huang Pao Can (Doa Pertobatan Kaisar Liang) serta puja Tibetan yang terdiri atas pujian kepada Arya Tara dan puja Enam Belas Arahat, ditutup dengan pelimpahan jasa kepada sanak keluarga baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Secara khusus, pelafalan Liang Huang Bao Can bermanfaat untuk mengikis tumpukan karma buruk yang akan menghambat kehidupan kita sekarang maupun kehidupan mendatang. Pujian kepada Arya Tara melindungi kita dari bahaya, menyembuhkan penyakit, dan memenuhi segala kebutuhan kita dalam perjalanan mencapai pencerahan. Puja Enam Belas Arahat mengingatkan kita pada kualitas keenambelas Arahat yang menerima instruksi Sang Buddha untuk meninggalkan sikap mementingkan diri sendiri dan menetap dalam samsara demi kebahagiaan semua makhluk.
Jangan lewatkan kesempatan mengumpulkan kebajikan dan purifikasi yang ekstensif di Mahapranidhana Puja 2015, 23-31 Desember 2015 di Villa Istana Bunga, Lembang, Bandung.  Pendaftaran dapat dilakukan dengan melalui link: http://www.kadamchoeling.or.id/pray4rpc
Info lebih lanjut:
retret@kadamchoeling.or.id
Frans (+62813 8008 8566)
Afriyandi (+62897 8797 017)

Sarwa Manggalam.

Thursday, December 10, 2015

All Roads Lead to This

Artikel ditulis oleh Yanto Tanuwijaya

Yes.. All roads lead to this yaitu kematian. Kedengarannya sangat pesimis sekali. Tapi jangan khawatir, sebenarnya ini adalah artikel yang sangat optimis. Keep reading..

Ketika kita berbicara mengenai kematian, tentu saja kita harus membicarakan tentang kehidupan juga. Ini adalah dua sisi mata uang yang sama dan tentu saja sangat berkaitan erat. Mengapa sangat berkaitan erat? Bukannya dua hal ini adalah dua peristiwa yang sangat berbeda?

Karena kematian akan mempengaruhi kehidupan dan juga sebaliknya, kehidupan akan mempengaruhi kematian. Ketika kita mengalami sebuah kejadian yang hampir merenggut nyawa kita, apakah itu sebuah kecelakaan atau vonis dokter yang mengatakan kita tidak akan hidup lebih lama lagi, tingkah laku kita akan berubah. Kita akan memikirkan hal yang berbeda dari kehidupan kita.

Kita akan memikirkan bagaimana kehidupan kita. Apa yang sudah saya lakukan dalam kehidupan ini? Apakah banyak yang baik atau banyak yang buruk? Kita mencoba mencari cara untuk memanfaatkan kehidupan yang kita punya sekarang. Sebelum waktunya habis.

Banyak orang yang mengalami perubahan setelah mereka mengalami kejadian-kejadian seperti ini. Kebanyakan adalah hal-hal yang positif. Bukan menjadi mendendam tapi malah menjadi lebih memaafkan. Bukan membenci malah menjadi berwelas asih. Ini adalah transformasi positif terhadap kehidupan kita dari kejadian hampir meninggal.

Oleh karena itu, salah satu yang harus direnungkan setiap hari adalah mengenai kematian khususnya kematian kita sendiri. Jika melihat sebuah fenomena kematian, apakah di koran atau melihat ada makhluk yang mati, kita harus merefleksikan fenomena kematian itu terhadap diri kita sendiri. Kita tahu bahwa kita juga pasti akan mati dan kita juga tidak dapat menentukan kapan kita akan mati.

Sebuah kutipan dari Kumpulan Ucapan-ucapan yang Menggembirakan yang bisa dilihat pada Pembebasan di Tangan Kita jilid 2:

Diantara sekian banyak orang yang terlihat saat fajar,
Beberapa di antaranya tidak akan terlihat lagi ketika malam menjelang
Di antara banyak orang yang terlihat pada malam hari
Beberapa di antaranya tidak akan terlihat lagi ketika subuh menjelang

Kutipan ini benar-benar menggambarkan kondisi kita saat ini. Kita tidak mempunyai kontrol sama sekali atas kematian kita. Kita belum bisa lepas dari kematian.

So, harus bagaimana?

Kita masih memiliki kehidupan. Kita masih mempunyai waktu untuk mempersiapkan kematian. Sama seperti orang-orang yang mengalami kejadian hampir meninggal, jika kita terus menerus merenungkan kematian kita, kita akan tergerak untuk menggunakan kehidupan kita yang sekarang untuk mempersiapkan kehidupan yang berikutnya.

Kenapa begitu? Apakah kita tidak boleh menikmati kehidupan kita yang sekarang saja? Boleh saja kita menikmati kehidupan kita yang sekarang, tapi apakah kita akan siap dengan konsekuensinya?

Banyak orang yang sangat fokus pada kehidupan yang sekarang, pada akhir hidupnya, merasakan sangat menyesal. Ketika di ambang kematiannya, mereka menyesal karena tidak siap meninggalkan kehidupan yang sekarang. Dan yang lebih parahnya, melakukan banyak karma buruk untuk menikmati kehidupan yang sekarang sehingga hampir pasti akan menuju ke alam rendah.

Kenapa kita harus memikirkan kehidupan mendatang? It’s very simple. Karena kita tahu kita tidak akan hidup lama, maksimal 100 tahun. Tapi sekarang sangat banyak orang yang sudah meninggal di umur 60 tahunan. Dan setelah itu, kita akan terlahir kembali dan mati dan lahir lagi dan mati dan lahir lagi. Berulang-ulang dan untuk waktu yang sangat lama.

Sebenarnya ini sama saja dengan berinvestasi. Jika kita memenangkan lotere 1 milyar, apakah kita akan habiskan saat itu juga? Atau kita akan investasikan lagi sehingga menghasilkan uang lebih banyak lagi? Ya kehidupan kita yang sekarang ini adalah modal uang lotere tersebut. Kita bisa menggunakan modal yang kita punya untuk mendapatkan kebahagiaan yang lebih baik pada kehidupan-kehidupan berikutnya.

Perubahan orientasi hidup ini akan membawa kita untuk memanfaatkan kehidupan kita sekarang untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih mulia yaitu kehidupan mendatang yang lebih baik, pembebasan dari samsara dan pencapaian kebuddhaan. Ya modal kita yaitu kehidupan ini mempunyai potensi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dan langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan merenungkan kematian kita.

Mari berinvestasi menggunakan kehidupan kita sekarang untuk mencapai tujuan-tujuan yang mulia.

Sarwa Manggalam.

Saturday, December 5, 2015

Gaden Lha Gyama - Puja Peringatan Je Tsongkhapa

“Sungai-sungai Gangga sumpah para Bodhisattwa Terkandung di dalam sumpah menjunjung tinggi Dharma Suci” Demikianlah, apa pun basis kebajikan yang telah kukumpulkan, Semuanya didedikasikan untuk tersebar-luasnya Ajaran Buddha!
Merenungkannya, sesungguhnya ini takdir yang terpenuhi!
Sepenuh hatiku berterima kasih padamu, Oh Harta Kebijaksanaan nan Suci!
Dengan tujuan mengulurkan sebesar-besarnya kebajikanku sendiri
Serta menunjukkan pintu masuk tanpa kesalahan dengan cara yang sesuai Bagi banyak orang-orang beruntung yang memiliki kearifan yang jernih, Aku menuliskan pembelajaranku ini.
Dengan tumpukan besar kebajikan yang kuperoleh, Semoga semua makhluk, dengan cara yang sama, Mempertahankan disiplin tak terkalahkan Buddha, Dan memasuki jalan yang menyenangkan hati Para Pemenang!"
~Je Tsongkhapa, Takdir yang terpenuhi

Memperingati hari parinirwananya Je Tsongkhapa pada 05 Desember 2015 ini, warga KCJ melakukan puja bersama Gaden Lha Gyama, pembacaan Baris-baris Pengalaman dan teks Takdir yang Terpenuhi.

Semoga ajaran Je Tsongkhapa selalu menyinari jalan kita menuju pencerahan sempurna.
Semoga ajaran Je Tsongkhapa dapat selalu berkembang dan berjaya.

Untuk mengetahui Je Tsongkhapa lebih jauh, cek link: http://www.kadamchoeling.or.id/cs_team/je-tsongkhapa/

Sunday, November 29, 2015

Special Weekend with Tenzin Chograb

"Ibarat seekor anak gajah yang mendambakan kenikmatan beberapa suap
Rumput yg tumbuh di tepi lembah yg dalam dan
Akibatnya jatuh ke jurang yang dalam tanpa mendapat sesuap pun,
Demikian pula halnya mereka yg mendambakan kenikmatan-kenikmatan di dunia ini."
~Sisya-lekha

Pada Sabtu, 28 November 2015 dan Minggu, 29 November 2015 ini, warga KCJ mengikuti kegiatan yang cukup berbeda dari biasanya, yaitu kelas spesial bersama Biksu Tenzin Chograb. Peserta yang hadir dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (4-8 orang masing-masing kelompok) yang dipimpin oleh tim Sumati Kirti. Setiap kelompok memiliki tema diskusi masing-masing. Tema diskusinya antara lain adalah:


- Batin dan Faktor Mental
Manusia terdiri dari 5 agregat dan 51 mental faktor, 4 faktor mental yang selalu hadir, 11 faktor mental bajik dan 27 faktor mental tak bajik (6 klesha akar dan 20 klesha sekunder).

- Madhyamika (Middle Way)
Mengajarkan jalan tengah agar kita tidak ekstrim ke kiri maupun ke kanan. Tidak ekstrim ke nihilisme maupun eternalisme. Hukum sebab akibat yang saling bergantungan di mana ada sesuatu yang bergantung, yang tidak ada adalah sesuatu yg berdiri sendiri. Segala sesuatu yang komposit tidaklah kekal akan selalu berubah. Hanya fenomena non-komposit, yaitu keBuddhaan yang bersifat kekal.


- Jalan Mudah
Cara mudah memberikan compassion ke semua makhluk. Di sini coba direnungkan berkah maupun realisasi apa yang telah dicapai kemudian mencoba membagikan berkah/blessing ini dengan compassion untuk semua makhluk.


- Uttara-Tantra
Sifat Kebuddhaan merupakan mental kontinum yang unggul, tidak berawal, tidak memiliki tengah dan tidak memiliki akhir. Ia ada di batin setiap mahkluk, namun tertutup klesha. Layaknya kaca yang tertempel debu yang dapat dibersihkan, layaknya buah yang banyak kulitnya yang dapat dikupas satu persatu.

- 37 Praktik Bodhisattva

Saat ibu-ibu yang sangat baik terhadap kita dari awal yg tak bermula sedang menderita, apalah artinya sebuah kebahagiaan diri kita sendiri?

Oleh karena itu, membangkitkan batin pencerahan dengan tujuan untuk membebaskan semua makhluk yg tak terhingga jumlahnya adalah Praktik Bodhisattva.

Salah satu poin prakrik Bodhisattva adalah bahwa kita harus menghormati orang yang menghina diri kita, itu adalah praktik Bodhisatwa.


Setelah mengikuti diskusi selama kurang lebih 2 jam, peserta dikumpulkan kembali dalam forum besar dan kemudian masing-masing kelompok menceritakan apa yang mereka dapat dari kelompok tersebut. Ada beberapa pertanyaan yang kurang dimengerti, ditanyakan dan dijawab oleh Tim Sumatikirti dan Biksu Tenzin Chograb.


Monday, November 23, 2015

Kamu Buddhis? Yakin?

Artikel ditulis oleh Hendra Wijaya


Saya terkadang sedih melihat nasib umat Buddhis di Indonesia. Banyak dari kita yang berpikir bahwa tidak perlu belajar Dharma dalam-dalam, yang penting tahu mesti berbuat baik, kurangin berbuat buruk, itu aja cukup kok.

Ada juga yang berpikir kalau setiap minggu ke wihara aja cukup lah. Di wihara kan saya berbuat baik, saya berdana, saya mendengarkan Dharma, saya memberi persembahan kepada Biksu Sangha dan Buddha.

Ada juga yang berpikir, kamu jangan belajar dalam dalam, nanti kamu jadi biksu loh. Nanti kalau kamu jadi Biksu, siapa yang meneruskan sisilah keluarga kita, bisnis yang sudah papa rintis bertahun-tahun? Nanti tidak ada yg urusin papa mama ketika kami tua. Atau sebaliknya, nanti siapa yang ngurusin kamu ketika kamu tua nanti?

Ada juga yang bukannya ke wihara tapi ke kelenteng, menggenggam puluhan dupa dengan asap mengepul, memohon-mohon usaha lancar, cepat kaya, banyak rejeki, keluarga sehat, damai dan tentram. Saya tidak membahas mengenai berdoanya, berdoa tentu sah-sah saja. Tetapi yang saya bahas adalah objek dan subjeknya itu loh.

Lalu ada juga yang ke wihara untuk mencari jodoh, masuk panitia untuk tujuan yang sama juga. Atau pun untuk mencari kesibukan. Ketika sudah lanjut usia, yah daripada dirumah bengong, mending ikut bantu-bantu deh, ikut baca doa berduka, baksos dan lain sebagainya.

Lebih parah lagi, ke wihara hanya ketika pemberkatan pernikahan saja.

Seribu satu kegiatan kita ini sebagai umat Buddhis, Anda mungkin akan mengkritik saya dengan mengatakan, loh ke wihara, persembahan, berdana, dengar ceramah itu kan baik, walaupun hanya di hari minggu. Jadi panitia di wihara atau ikut organisasi di wihara kan baik, daripada ikut kegiatan yang buruk buruk, masih lebih baik kan kita aktif di wihara?

Ya, kita mungkin berpikir itu berbuat baik. Tetapi kita lupa apa itu artinya menjadi seorang Buddhis. Buddhis yang sesungguhnya. Apa itu Buddhis yang sesungguhnya?

Begini, Pangeran Sidharta capek-capek duduk di bawah pohon Bodhi untuk mencapai pencerahan demi semua makhluk. Setelah beliau mencapai pencerahan, Beliau mengajar selama 35 tahun agar umat manusia mengikuti jejak beliau mencapai pencerahan yang SAMA dengan beliau.

Dua ribu lima ratus tahun kemudian, tujuan Buddha pun tetap sama tidak berubah. Ingin kita mencapai pencerahan seperti beliau. Namun lihatlah kenyataannya, pelajaran paling sederhana dari sang Buddha pun tidak kita terapkan dalam kehidupan sehari hari kita. Apa itu?

Bahwa semua contoh yang saya sebutkan di atas, sebaik apapun itu, SEMUANYA hanya ditujukan untuk KEHIDUPAN SAAT INI SAJA! Tidak satupun tindakan yang kita anggap bajik diatas ditujukan untuk itu. Ini sama persis seperti yang suka dikatakan oleh motivator-motivator ulung. Untuk menjadi kaya raya, 1). Set dulu goal anda. Apa yang ingin anda raih, harus clear, harus jelas, spesifik. 2). Yakin bahwa anda bisa mencapainya. dan 3). Bayangkan dan hiduplah seakan akan anda telah memperolehnya. Begitu kan kurang lebihnya?

Loh, bukannya sang Buddha juga mengajarkan hal yang sama? Kalau umat Buddhis hanya mikirin kehidupan saat ini, apakah GOAL untuk mencapai pencerahan demi semua makhluk akan bisa dicapai? apakah Nirwana yang disebut-sebut para Biksu/Biksuni dalam ceramahnya mampu kita capai? Apakah bisa kita capai kalau kita bahkan tidak pernah berpikir untuk ingin mencapainya? Sepertinya tidak mungkin.

Jangan-jangan kita sendiri belum percaya dengan adanya kehidupan yang akan datang yah? Wah gawat deh, padahal pelajaran mendasar sang Buddha adalah mengenai karma dan tumimbal lahir. Untuk mencapai kebuddhaan, Buddha Sakyamuni menempuh 3 kalpa besar utk bisa menjadi Buddha. Ini bukti jelas bahwa kehidupan akan datang itu nyata ada didepan mata dan kita pasti akan menjalaninya. Pertanyaannya, apa yang telah kita lakukan untuk mempersiapkan kehidupan kita yang akan datang? NOL BESAR.

Contoh, kalau ketika kita SMA tidak memiliki cita-cita yang sangat kuat ingin jadi pilot, apakah mungkin kita akan berjuang untuk mencapai itu? Jadi, untuk mencapai tujuan yang kita mau, tentunya kita harus set goal kita dulu. Tidak perlu motivator ulung untuk ajarkan itu semua, Sang Buddha sejak 2500 tahun yang lalu sudah ajarkan itu semua. Kita nya aja yang tidak sadar.

Nah, masuk ke poin kedua saya. Ayah saya bilang: “Huei, gak usah ajarin papa tentang karma dalem-dalem, yang penting papa gak buat jahat, dan papa berbuat baik, itu aja udah cukup.” Inilah pola pikir kebanyakan orang. Merasa ga perlu belajar. Merasa paling pintar sedunia. Dari ketiga racun dunia (lobha, dosa, moha) mana yang paling parah penyakitnya? Jawabannya adalah Moha. Karena kita tidak tahu maka kita tidak ingin berubah. Justru pelajaran pertama kita adalah HARUS belajar Dharma untuk menghapus ketidaktahuan.

Loh, saya belajar Dharma kok, saya kan tiap hari minggu ke wihara dan mendengarkan ceramah Biksu/Biksuni Sangha, itu termasuk belajar kan? Betul itu mendengarkan dharma, tapi coba bandingkan dong, Anda jadi S1 aja butuh 4 tahun kan? Kuliah tiap hari supaya jadi sarjana, ekstra 2 tahun lagi jadi S2, entah berapa tahun lagi untuk jadi professor S3. Berapa mata kuliah dan berapa buku tebal yang mesti kita lahap untuk jadi sarjana? Lalu menurut Anda apakah dengan ke wihara setiap minggu CUKUP untuk membebaskan kita dari samsara? Berapa persen dari ceramah itu yang kita ingat? Berapa banyak buku Dharma yang kita baca? Dan berapa persen dari yang kita ingat itu akan kita praktikkan?

Jadi, jangan remehkan belajar Dharma. Dengan belajar Dharma sebenarnya kita mendapatkan dua manfaat. Pertama, kita menghilangkan ketidaktahuan terhadap hal tersebut dan kedua kita mendapatkan kebijaksanaan dari hal tersebut. Suatu hal luar biasa yang diajarkan oleh sang Buddha. Moha (ketidaktahuan) berkurang dan Panna (kebijaksanaan) meningkat. Kalau hitungan orang Cina ini dibilang investasi paling menguntungkan, gak mungkin rugi.

Pelajaran selanjutnya, mengenai sembahyang ke kelenteng, saya tidak melarang orang pergi ke kelenteng. tentunya setiap doa itu baik. Kita ke kelenteng mempersembahkan dupa, minyak, uang, lilin, lalu kita berdoa minta ini itu. Coba perhatikan doa-doa kita. Apakah doa-doa kita semuanya isinya hanya untuk kehidupan ini saja? Adakah yang isinya supaya kehidupan akan datang lebih baik, minta lahir jadi manusia buddhis lagi, lebih baik, lebih cerdas, lebih kaya dari kehidupan ini, minta cepet cepet keluar dari samsara? Saya tidak yakin tuh kalau doanya akan seperti itu kalau dia tidak belajar Dharma dengan baik.

Lalu ya, jelas-jelas isi Tisarana yang pertama itu kan AKU BERLINDUNG KEPADA BUDDHA. Loh kok jadi nya kita minta perlindungan kepada dewa-dewi? Kenapa kita tidak berlindung kepada Buddha? Apakah karena dibilangnya, “Dewa kan masih hidup, Buddha kan sudah mati?”

Sudah lupakah kita akan tekad Pangeran Sidharta untuk membebaskan semua makhluk dari samsara? Apakah setelah parinibanna sang Buddha melupakan janjinya? Meninggalkan kita sendirian di samsara ini? Wah, berarti Buddha jahat dong meninggalkan kita di samsara.

Kenyataannya tidak begitu, Buddha dengan segala kemampuannya dengan tubuh Rupakaya, Samboghakaya, Dharmakaya-Nya hingga detik ini pun masih bekerja untuk membebaskan semua makhluk dari samsara.

Lalu kenapa kita masih mencari perlindungan ke tempat lain? Ini menekankan kembali pentingnya belajar agar kita tahu mana yang benar dan mana yang tidak benar.

Ada juga yang bilang, tidak perlu belajar banyak-banyak, yang penting kita banyak meditasi. Nah, ini juga salah kaprah. Ini seperti seorang mahasiswa semester 1 disuruh langsung operasi bedah. Apakah Anda mau dioperasi oleh mahasiswa ini? Apa alasan Anda menolak dia? Sederhana kan? Emang dia tau apa tentang operasi, dia kan masih semester 1? Dokter umum aja masih belum lulus. Belajar dulu deh yang bener. Mungkin kira-kira begitu jawabannya.

Nah, sama kan dengan meditasi. Apa yang mau kita meditasikan kalau kita gak punya modal untuk bermeditasi. Coba kita pikir baik-baik, apa tujuannya kita bermeditasi? Untuk mencapai nirwana kan? Untuk keluar dari samsara kan?

Kenapa kita ingin keluar dari samsara? Harusnya kita mengisi otak kita dulu dengan informasi yang cukup mengenai samsara. Kita harus belajar dulu kenapa kita pengen keluar dari samsara?

Salah satu jawabannya adalah karena samsara itu tidak enak (atau enak ya???), karena saya capek, lahir lagi, tua lagi, sakit lagi, mati lagi, berulang ulang tak terhitung banyaknya. Saya ingin menghentikan lingkaran penderitaan ini. Maka kita perlu belajar mengapa kita bisa terlahir lagi dan lagi melalui topik 12 mata rantai.

Mengutip lagi kata-kata motivator, ‘Know your enemy.’ Pelajari dulu musuh kita, siapa musuh kita untuk keluar dari samsara? Musuh kita adalah kilesa. Nah berarti kan kita perlu belajar dulu toh tentang kilesa.

Sehingga, ketika kita meditasi, kita TAHU DENGAN JELAS, siapa yang harus kita basmi.

Balik lagi ke contoh dokter bedah, dokternya harus punya pengetahuan lengkap tentang cara bedah yang benar, punya pengetahuan mengenai penyakit kita, dan yang paling penting TAU CARA OPERASI-nya. Sebenarnya sama aja kan dengan ajaran Sang Buddha. Lalu bagaimana mungkin kita berharap bahwa dengan pengetahuan kita yang seperti mahasiswa kedokteran semester 1 tersebut, sanggup bermeditasi dan bisa keluar dari samsara tanpa melalui tahapan belajar? Impossible!

Jadi, umat Buddhis itu isinya tidak cuma pergi ke wihara seminggu sekali, berdana seminggu sekali, pasang lilin seminggu sekali, dengar ceramah seminggu sekali. Ini ibarat seminggu sekali nabung seribu rupiah lalu berharap hasil investasi bisa jadi milyaran dalam sekejap. Mana mungkin? Anda pasti lebih jago hitung daripada saya.

Saran saya, ambil waktu untuk merenung, sebenernya mau nya kita apa sih jadi manusia di kehidupan ini? MINIMAL kita harus mendedikasikan hidup kita untuk kehidupan akan datang yang lebih baik, atau kalau bisa lebih baik lagi, ingin keluar dari samsara, atau yang paling agung, ingin menjadi Samma-Sambuddha seperti Buddha Sakyamuni. Toh, memang ini tujuan utama nya kita menjadi buddhis, yaitu menjadi seorang Buddha. Ketidak percayaan diri kita sendirilah yang menghalangi itu.

Bagaimana caranya? Hanya TIGA. BELAJAR, BELAJAR, BELAJAR!!!
Hilangkan Moha kita hingga modal kebijaksanaan (pengetahuan) kita cukup.

Beberapa topik penting menurut saya adalah,
  1. Kemuliaan terlahir sebagai manusia (ini agar kita merasa beruntung terlahir sebagai manusia dan memiliki harapan untuk mencapai kebuddhaan)
  2. Kematian. Bahwa sehebat apapun kita, kita pasti mati dan lebih gawat lagi, kita tidak tahu kapan kita akan mati.
  3. Alam Rendah. Setelah kematian, kalau kita selama hidup gak pernah mikirin kehidupan akan datang, maka kita kan jatuh ke alam rendah, entah itu jadi hantu kelaparan, atau binatang, atau neraka panas dan dingin.
  4. Tisarana. Setelah membangkitkan ketakutan akan kematian dan alam rendah yang menghantui kita, kita mencari perlindungan kepada Buddha Dharma Sangha. Inilah perlindungan sesungguhnya.
  5. Karma. Setelah memohon perlindungan, kita mempelajari karma dengan baik agar kita tidak jatuh ke alam rendah dan agar dapat mengumpulkan kesempurnaan enam paramita.

Inilah minimal topik topik yang perlu kita pelajari, renungkan, meditasikan untuk menjamin agar kehidupan mendatang kita menjadi lebih baik. Tak lupa, selalu dedikasikan apapun benih kebajikan yang kita miliki untuk kehidupan kita yang akan datang.

Ingat, karma kita adalah milik kita sendiri, bukan milik orang lain. Mulailah kumpulkan sebab sebab untuk kehidupan akan datang yang kita impikan.

Saya dedikasikan kebajikan dari membuat tulisan ini untuk umur panjang semua guru Dharma yang Agung, dan semoga siapapun yang membaca tulisan ini dapat memetik manfaat yang sebesar besarnya.

Semoga semua kehidupan kita yang akan datang akan lebih baik lagi dari yang sekarang, dan semoga kita segera mencapai pencerahan yang lengkap sempurna demi semua makhluk.

Sarva Manggalam.

Friday, November 20, 2015

Bersama Kita Jadikan Seratus Ribu

"Sekalipun keajaiban itu ada dan terjadi, yang lebih penting adalah gandengan tangan persaudaraan."
- Suhu Bhadra Ruci, pendiri komunitas belajar dan praktik Lamrim Silsilah Emas Suwarnadwipa -

Dengan hati tulus ikhlas, Suhu Bhadra Ruci dan Kadam Choeling Indonesia (KCI) mengajak semua pihak untuk bersama-sama berkontribusi aktif dalam pengumpulan kebajikan:

SERATUS RIBU
Stupa, Pelita & Sutra Hati

STUPA adalah simbol batin Buddha, persembahan PELITA untuk menghalau kegelapan dan menumbuhkan kebijaksanaan, dan pelafalan SUTRA HATI sangat efektif untuk menghancurkan halangan besar. Ketiga program ini bila dilakukan bersama-sama oleh banyak orang akan mengumpulkan kebajikan dan energi positif yang sangat besar.

********
Kontribusi Stupa
<Rp 50.000 untuk 10 Stupa>
BCA 5170882999
Kode belakang 5
An. Yayasan Wilwatikta Sriphala Nusantara
Format konfirmasi:
PRAY4RPC/nama donatur/bank pentransfer
Konfirmasi ke:
SUSANTY (08562565355)

Kontribusi Pelita:
<Rp. 250.000 untuk 100 pelita>
BCA 8480138016
An. Yayasan Wilwaktikta Sriphala Nusantara
Format konfirmasi:
PRAY4RPC/nama donatur/bank pentransfer
Konfirmasi ke:
SYLVIA YONG (081350179090)

Partisipasi Sutra Hati:
Dapatkan petunjuk pelafalan dengan mendaftarkan nama Anda ke
Call Center KCI
081573210000

********

Informasi program ini bisa disebarluaskan bagi yang tertarik dan membutuhkan.

Kebajikan ini sekaligus didedikasikan untuk kesembuhan dan umur panjang Yang Mulia Dagpo Rinpoche yang saat ini menjalani perawatan setelah mengalami serangan jantung yang berakibat revisi jadwal ajaran Lamrim menjadi

Mahapranidhana Puja 2--
Doa untuk Rinpoche.

Sarwa manggalam,

Kadam Choeling Indonesia
Bersama Kita Jadikan Seratus Ribu
www.kadamchoeling.or.id

Monday, November 16, 2015

Sudahkah Anda Menemukan Guru Spiritual?

Sebagai seseorang yang ditutupi klesha, kita tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Kita akan cenderung memilih Guru yang memuji-muji kita dan menolak Guru yang mengkritik ataupun menghina kita.
Kita tidak dapat melihat makna dari kata-kata beliau dan justru membentengi diri kita dengan berlapis-lapis ego kita.
Kita perlu melihat manakah Guru yang betul-betul dapat mengurangi klesha kita, merubah sikap kita, mendorong kita untuk berubah. Bukan seorang Guru yang justru menaikkan ego kita, kseombongan kita.

"Jika engkau mengandalkan siapapun yang lebih unggul -sepenuhnya tenteram,
Dan diberkahi dengan disiplin etika,
Dan kebijaksanaan yang melampaui,
Engkau akan menjadi lebih unggul bahkan ketimbang mereka yang lebih unggul."
~Mitra Varga

Di zaman kemerosotan ini, memang sangat sulit mencari Guru yang memenuhi 10 kualitas -berdisiplin, tenang, sepenuhnya tenteram, memiliki kualitas baik yang melebihi muridnya, kaya pengetahuan tekstual, pengetahuan realitas mendalam, perhatian cinta kasih, mahir dalam membimbing murid-murid, dan meninggalkan keputusasaan.
Namun sangat penting sekali untuk dapat menemukan Guru tersebut. Karena semua sumber pencapaian spiritual berasal dari Guru.

"Pada akhirnya semua topik Lamrim akan bermuara pada topik Berbakti pada Guru Spiritual."
~Lenny Hidayat

Mengapa begitu?

Akan dibahas di kelas Minggu, 22 November 2015 ya...



Mahapranidhana Puja 2: Pray for Rinpoche

DAGPO RINPOCHE pertama kali memberikan ajaran Dharma di Bali, pada Agustus 1989. Seorang wanita praktisi Indonesia berbakti bernama Lie Tjhioe Lan mengundang Rinpoche untuk pertama kalinya dan memperkenalkan Beliau kepada biksu-biksu senior Indonesia. Ketika itu Rinpoche bertemu Bhante Girirakhito dan membabarkan Dharma pertama kalinya di bawah sinar rembulan.

Sejak itu, Rinpoche rutin berkunjung ke Indonesia untuk berbagi ajaran Silsilah Emasnya—yang garis silsilahnya bisa dirunut hingga Guru Suwarnadwipa, seorang pangeran kerajaan buddhis Sriwijaya, pemegang silsilah batin pencerahan. Guru Atisha bertaruh nyawa dalam pelayaran 13 bulan dari India ke Indonesia untuk berguru selama 12 tahun.   

Ajaran utama Dagpo Rinpoche adalah Jalan Bertahap Menuju Pencerahan atau Lamrim. Di tahun-tahun awal, ajaran diberikan dalam sesi singkat, yang berkembang menjadi sesi lebih panjang, hingga akhirnya menjadi Retret dan Transmisi Lamrim.  

Pada Desember 2010, Rinpoche mulai mentransmisikan teks Pembebasan di Tangan Kita, yang berlanjut dalam periode retret akhir tahun pada 2011, 2012, dan 2014. Desember 2013 Rinpoche menghadiri seri Transmisi Jangchub Lamrim yang diberikan HHDL 14 di India Selatan. Ketika itu, Kadam Choeling Indonesia (KCI) menyelenggarakan program puja di Jatim, dengan tajuk Mahapranidhana Puja.

Aktivitas Dagpo Rinpoche tersebar di Eropa, utamanya Perancis, tempat Beliau menetap saat ini. Rinpoche juga mengajar di India, tempat Beliau membangun kembali biara Lamrim asli Tibet, Dagpo Dratsang, di lembah Kullu-Manali. Baru-baru ini Rinpoche merampungkan jadwal tahunan transmisi Lamrim “Instruksi Lisan Manjugosha” di Biara Dagpo, 2-14 September 2015.

Menjelang kepulangannya ke Perancis pertengahan Oktober, Rinpoche mengalami serangan jantung ringan. Saat ini, Rinpoche masih menjalani perawatan. Akibatnya, jadwal ajaran Desember harus direvisi. Sekali lagi, Suhu Bhadra Ruci dari KCI mengambil inisiatif mengadakan MAHAPRANIDHANA PUJA 2—DOA UNTUK RINPOCHE, yang akan dilakukan di Vila Istana Bunga, Lembang, Bandung, lokasi yang tadinya untuk Retret & Transmisi Pembebasan di Tangan Kita.

Desember 2015 menandai hampir 27 tahun Cipta, Karsa, dan Karya Dagpo Rinpoche untuk Indonesia. Awan kelabu kesedihan akibat batalnya jadwal ini tak terelakkan karena retret desemberan KCI benar-benar merupakan agenda tahunan utama sambungan spiritual hati dan batin dengan ajaran agung Buddha, serta koneksi dengan guru terampil yang kebaikan hatinya tiada tara, Sang Mentari Dharma, yang terkasih dan teramat dihormati, Yang Mulia Dagpo Rinpoche, permata di hati semuanya, Sang Guru Suwarnadwipa.

Datanglah dan bergabung bersama kami dalam Doa untuk Rinpoche. Registrasi: www.kadamchoeling.or.id/pray4rpc.

Untk mengetahui acara ini lebih lanjut, Anda dapat melihat di artikel:
Www.kadamchoeling.or.id/mahapranidhana2/5w1h

*Info ini bisa disebarluaskan bagi yang membutuhkan.   

Sarwa manggalam,

Kadam Choeling Indonesia
Mahapranidhana Puja 2—Doa untuk Rinpoche
www.kadamchoeling.or.id

Saturday, October 17, 2015

Public Teaching & Inisiasi Awalokiteswara 2015

[SEALF 2015 - Jakarta]

Dagpo Rinpoche (lahir tahun 1932) diidentifikasi oleh HH Dalai Lama XIII sebagai kelahiran kembali seorang guru besar yang memiliki silsilah kelahiran kembali yang dapat ditelusuri hingga ke seorang bodhisattva guru besar dari bumi Nusantara ini di zaman Sriwijaya, yaitu Lama Serlingpa Dharmakirti Suwarnadwipa.

Guru Atisha adalah seorang guru besar ajaran Buddha di abad 10 yang berasal dari India. Bodhipatapradipa (Pelita Sang Jalan) adalah karya besar yang disusun beliau sepulangnya dari masa belajar beliau selama 12 tahun di Sriwijaya di bawah kaki Lama Serlingpa.

Dengan mempelajari karya ini, kita dapat mempelajari ajaran otentik Buddha Sakyamuni yang disajikan secara terstruktur dan sistematis, kita juga dapat memahami bahwa tidak ada kontradiksi dari seluruh ajaran Buddha, dan bahwa semua ajaran Buddha adalah instruksi bagi diri pribadi kita masing-masing dalam perkembangan spiritual kita.

Awalokiteswara adalah perwujudan welas asih semua Buddha yang merupakan dasar bagi pengembangan batin pencerahan (bodhicitta), sebuah ajaran yang sudah berakar di bumi Nusantara ini sejak zaman Lama Serlingpa, sang pemegang silsilah dua instruksi lengkap latihan batin pencerahan.

Jadilah orang yang beruntung menerima berkah dari ajaran langka ini dengan mengikuti Public Teaching dan Inisiasi Awalokiteswara oleh YM Guru Dagpo Rinpoche.

********

PUBLIC TEACHING
Tema: Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan
Tanggal: 12-13 Desember 2015
Tempat: Roemah Djoglo
Jl. Taman Aries Raya No. 9A
Meruya, Jakarta Barat
goo.gl/GeA1HC

INISIASI AWALOKITESWARA SEBELAS MUKA SERIBU TANGAN
Tanggal: 19-20 Desember 2015
Tempat: Prasadha Jinarakkhita, Jl Kembangan Raya Blok JJ, Jakarta Barat
Goo.gl/maps/5epDzspUrCu

TANPA BIAYA, TEMPAT TERBATAS

Pendaftaran:
kadamchoeling.or.id/sealf

********

Bagi yang hendak mengikuti Inisiasi Awalokiteswara, dianjurkan mengikuti
Kelas Pembekalan Inisiasi sbb:

Tanggal: 14, 21 atau 28 November 2015 (pilih salah satu)
Waktu: 10.00-15.00 WIB
Tempat: Prasadha Jinarakkhita

********

Ceramah tersedia dalam Bahasa Indonesia, Inggris, Mandarin, Hokkian, dan Perancis.
Selain Bhs Indonesia, silahkan membawa radio dan headset.

Info lebih lanjut:
Kadamchoeling.or.id/sealf2015
Publicteaching@kadamchoeling.or.id
Fanny Angreani +6282115854052
Stepfina +628567554189

Sarva Manggalam,
Panitia SEALF 2015
FB: Dagpo Rinpoche Lamrim Retreat
IG: Oneheartonedevotion
TW: @LamrimFest_2015
Lineid: @SEALF

Wednesday, October 7, 2015

Kemuliaan Kelahiran sebagai Manusia


Tidak ada perilaku yang lebih menipu dan lebih keliru
Dibanding mendapatkan kesempatan lalu tidak menanam kebajikan
Setelah menyadari hal ini jika aku terus menerus bermalas-malasan karena kekeliruan
Kesedihan besar akan menimpa diriku ketika menjelang kematian.
                                                            Shantideva-Bodhicaryavatara

sumber gambar: sugatagarbha.wordpress.com

Pernahkah kita mengalami stres? Stres karena kita merasa diri kita ini tidak berharga dan lebih parahnya membuat kita merasa rendah diri. Pernahkah kita coba mengamati diri kita sendiri, mencoba mengenali dan menemukan apa keunggulan yang ada dalam diri kita? Beberapa mungkin telah menemukan kelebihan diri masing-masing, misalnya kita merasa diri kita cantik, tampan, pintar, kaya dan lain sebagainya. Apakah hanya itu? Apakah ada yang jauh melampaui hal-hal tersebut?

Berbahagialah mereka yang terlahir sebagai manusia yang memiliki 8 kebebasan dan 10 keberuntungan. Apakah itu? Kebebasan yang dimaksud adalah kita bebas dari 8 kondisi ketidakbebasan yang menghalangi kita untuk mempraktekkan Dharma. Delapan kondisi tersebut antara lain: terlahir di neraka, terlahir sebagai hantu kelaparan, terlahir sebagai seekor binatang, terlahir sebagai dewa berumur panjang, terlahir di daerah terpencil, terlahir di masa sebelum munculnya Buddha, terlahir sebagai manusia dengan keterbelakangan mental, mempunyai pandangan salah.

Keberuntungan adalah kehadiran semua kondisi internal dan eksternal yang menguntungkan untuk praktek spiritual. Sepuluh keberuntungan tersebut antara lain: menjadi seorang manusia, terlahir di negeri pusat (dalam konteks Dharma, dimana ditemukan biksu/biksuni, upasaka/upasika), mempunyai indra-indra yang berfungsi dengan baik, tidak kehilangan kapasitas untuk menyelesaikan upaya-upaya spiritual (tidak melakukan akusala garuka kamma), memiliki keyakinan terhadap Tripitaka, munculnya para Buddha, pembabaran Dharma oleh para Buddha, dipertahankannya ajaran (merujuk pada realisasi para praktisi), penerusan ajaran, adanya welas asih orang lain (adanya donatur dan kondisi-kondisi lain yang menguntungkan dan mendukung berlangsungnya praktek Dharma).

Coba kita analisa dan kita bayangkan mengenai keunggulan ke-18 faktor yang telah disebutkan di atas. Bagaimana jika kita terlahir sebagai makhluk yang ekstrim mengalami penderitaan (misalnya makhluk neraka, hantu kelaparan) atau sebagai makhluk yang mengalami ekstrim kebahagiaan (misalnya dewa)? Dalam kondisi ekstrim seperti itu apakah mungkin bagi kita untuk mempraktekkan Dharma?

Kita ambil contoh sederhana yang jauh dibawah kedua kondisi ekstrim tersebut yaitu ketika kita mengalami sakit gigi ataupun sakit perut, maka pikiran kita akan terfokus pada rasa sakit tersebut. Apakah mungkin kita sempat berpikir untuk berbuat kebajikan? Sama halnya jika kita merasa kelaparan saat sesi pengajaran Dharma berlangsung maka pikiran kita akan teralihkan kepada makanan.

Berikutnya coba kita amati binatang, misalnya anjing. Apakah anjing dapat mempraktekkan Dharma? Walaupun mungkin anjing tersebut hidupnya mewah, makanannya saja bisa jadi lebih mahal dari makan siang kita hari ini. Akan tetapi anjing dan binatang lainnya tersiksa oleh kebodohannya.

Lalu bagaimana dengan dewa berumur panjang? Jika kita terlahir sebagai dewa maka kita akan terus terserap dalam konsentrasi terpusat bagaikan tidur, atau bisa jadi kita secara terus menerus tetap terbuai oleh kesenangan-kesenangan indra sehingga kita tidak dapat mengabdikan diri kita untuk mempraktekkan Dharma. Makhluk-makhluk yang berdiam di alam dewa ini umumnya tidak mempunyai sikap-sikap spiritual seperti penolakan terhadap samsara yang sejati dan keinginan murni untuk mempraktekkan Dharma.

Lalu coba kita perhatikan kembali bagaimana jika kita terlahir di daerah terpencil, di masa sebelum munculnya Buddha maka kita tidak akan mendengar kata Dharma sama sekali apalagi mempraktekkannya. Bagaimana dengan orang dungu yang mengalami ketebelakangan mental? Ia akan kesulitan dalam belajar mempraktekkan Dharma. Halangan terbesar untuk mempraktekkan dharma adalah mempunyai pandangan salah. Dengan memiliki pandangan salah maka kita tidak dapat menghimpun kebajikan.

Setelah kita amati bersama, kenyataannya kita telah mencapai kedelapan belas kondisi ini semua. Namun analisa dan perenungan kita tidak berhenti sampai disini. setelah kita telah berhasil menidentifikasi kedelapan belas faktor tersebut dalam diri kita lalu kita lanjut pada nilai besar 18 faktor tesebut dan betapa sulitnya untuk mendapatkannya. Dengan kelahiran kita sebgai manusia yang berharga ini kita dapat mencapai kebahagiaan yang sifatnya sementara maupun yang tertinggi, bahkan dari saat ke saat kita dapat menggunakan tiap momen hidup kita untuk mengumpulkan kebajikan.

Hampir semua orang tertarik untuk menjadi kaya, sukses dan terkenal, dimana hal ini adalah sangat mungkin kita raih dengan potensi kita saat ini. Namun apakah hanya sebatas itu potensi kita? Apakah hanya itu yang patut kita perjuangkan? Tidakkah kita berpikir tentang sesuatu yang melampaui itu semua? Dengan potensi kita saat ini kita sanggup mempersiapkan diri kita untuk kehidupan yang akan datang. Kita dapat mengumpulkan sebab agar kita dapat terlahir di alam tinggi pada kelahiran kita yang akan datang, kita dapat bebas dari samsara bahkan kita sanggup mencapai pencerahan sempurna. Lalu mengapa kita mengorbankan seluruh waktu dan hidup kita untuk sebuah pencapaian yang kecil (kebahagiaan di kehidupan ini saja), yang akan sirna saat kematian datang menjemput? Mengapa kita tidak berjuang untuk mendapatkan hal yang melampaui dari kehidupan ini saja?

Mungkin beberapa dari kita ada yang berpikir, ya memang kelahiran saya saat ini sangat berharga namun jika saya gagal menggunakannya dengan baik saat ini maka di kehidupan yang akan datang saya akan memanfaatkannya dengan baik. Namun pertanyaannya adalah apakah kesempatan itu akan datang untuk kedua kalinya? Untuk menjawab pertanyaan ini maka ada beberapa hal yang perlu kita analisa. Apa sebab kita terlahir sebagai manusia yang berharga? Yaitu praktek sila yang murni dan paramita serta doa dedikasi. Kita amati lagi bersama apakah kita telah mempraktekkan sila dan paramita dengan baik? Dalam keseharian kita lebih banyak melakukan karma buruk atau karma bajik? Apakah kita mendedikasikan kebajikan kita untuk kehidupan yang akan datang? Apakah isi doa dedikasi kita hanya minta kaya, sukses dan berumur panjang? Kemungkinan kelahiran sebagai manusia yang berharga bahkan lebih kecil dari kemungkinan leher kura-kura buta masuk ke gelang yang terombang - ambing di permukaan samudera, dimana kura-kura ini hanya muncul ke permukaan setiap 100 tahun. Sang Tathagata juga menyatakan bahwa jumlah makhluk hidup yang pergi ke alam-alam rendah baik dari alam-alam lebih tinggi ataupun alam-alam rendah seperti jumlah partikel tanah yang menutupi bumi yang luas. Sebaliknya jumlah makhluk hidup yang pergi ke alam-alam yang lebih tinggi seperti jumlah partikel tanah yang menempel di ujung jari Beliau.

Setelah kita merenungkan semua hal ini maka selama masa sisa hidup kita, seharusnya kita membaktikan diri sepenuhnya untuk Dharma dan berjuang memberi makna pada kebebasan dan keberuntungan kita. Apakah pantas bagi kita untuk duduk bermalas-malasan? Membuang permata pengabul harapan yang sudah ada di gengaman kita tanpa kita pernah memanfaatkannya. Membuang permata tersebut dan berharap akan mendapatkannya lagi kemudian. Apakah pikiran - pikiran ini telah berhasil menipu kita?

Bentuk kehidupan manusia yang telah kita peroleh saat ini adalah seperti saat kita telah mendorong batu di tengah jalan menuju puncak gunung, ada beberapa pilihan yaitu kita membiarkan batu tersebut mengelinding kembali ke bawah (red: membiarkan diri kita kembali jatuh ke alam rendah) atau kita mendorong batu tersebut sekuat tenaga sampai ke puncak gunung (red: membawa diri kita ke alam yang lebih tinggi ataupun mencapai pencerahan sempurna), atau minimal mempertahankan posisi batu tersebut di tengah (red: berusaha agar di kehidupan mendatang minimal kita tetap memiliki kualitas yang sama seperti kehidupan ini). Silahkan tentukan pilihan kita masing-masing.
Author: dr. Hety

Thursday, September 24, 2015

Yuk Segera Daftar...


Halo Guys! Buruan daftar !!! Tinggal 3 bulan lagi

Sang Guru, yang demi mengajarkan kita Dharma, rela datang dari jauh. 
Walau umurnya sudah sangat tua dan tubuhnya yang mulai tak sekokoh ketika muda namun jiwa semangat Guru ini masih sangat besar.
Beliau juga dikenal sebagai pemegang ajaran silsilah Buddha yang otentik dan sudah sangat sedikit di dunia ini.
Sungguh berharga dan beruntungnya ketika bisa bertemu Sang Guru ini.
Daftarkan diri Anda segera. 
Tunggu apa lagi. Kesempatan tak akan datang untuk kedua kalinya.

Info bisa dilihat di
www.kadamchoeling.or.id/sealf2015

Southeast Asia lamrim festival... 
Dengan cinta kasih dan dedikasi mengajar yang sangat tinggi, Dagpo Rinpoche akan mengajar pada

Tanggal : 23 - 31 Desember 2015
Lokasi : Vila Istana Bunga, Lembang. Bandung-Jawa Barat
Topik : Pembebasan Di Tangan Kita

Registrasi segera!!! Hubungi 
Frans +6281380088566
Afriyandi +628978797017 
Email: retret@kadamchoeling.or.id

Sarva manggalam

#oneheartonedevotion #dagporinpoche #retret #guru #dhamma #lamrim #kcionedagpofamily #december#2015 #kci#bandung #prayer#teaching #selfreflection #spiritualgathering #meditation #bodhicittaceremony #nusantaraculturalparade


Fangshen dan Puja saat Idul Adha

" Semoga semua mahkluk di mana pun berada
Yang menderita dalam penderitaan tubuh dan pikiran
Menemukan samudra kebahagiaan
Dan kesukacitaan dari jasa kebajikanku.
Selama mereka berada dalam samudra samsara
Semoga kebahagiaan tak akan surut, dan semoga mereka semua tanpa kesulitan menemukan angin kegembiraan dari para Bodhisattva."
~Bodhicaryavattara
Kamis, 24 September 2015 KCJ bersama-sama melakukan Fangshen, Tara Puja dan Lhamo Puja didedikasikan untuk para hewan qurban, semoga mereka dapat terlahir kembali di alam yang baik dan bertemu Dharma..

Monday, August 31, 2015

Berguru pada Guru Spiritual

Ditulis oleh poeterafajar,
Jakarta, 27 Juli 2015

Berbakti pada guru spiritual merupakan sebuah perjalanan, yang tak akan pernah putus sampai kita mencapai Kesempurnaan Batin. Perkembangan batin seseorang tidak bisa diukur berdasarkan waktu, melainkan berdasarkan seberapa kuat kemauan atau motivasi seseorang untuk mencapai keadaan batin yang stabil. Bukan persoalan berapa lama waktu yang diperlukan untuk berkembang, tetapi lebih mengarah ke seberapa kuat kemauan kita untuk  bisa bekembang.

Aku berasal dari keluarga Tionghoa dan aku dididik berdasarkan kebudayaan Tionghoa yang keras. Yang dimana anak laki-laki tidak boleh nangis, air mata adalah simbol kelemahan laki-laki, dan anak laki-laki terutama anak pertama harus melakukan tanggung jawab ini itu segala macam, membawanama besar keluarga, menghasilkan banyak duit, mengangkat status keluarga. Dan yang paling parah adalah bahkan anak laki-laki ini tidak tahu-menahu kenapa dia harus melakukan semua hal ini. “Jangan banyak tanya. Just do it…” kata-kata ini yang biasa terlontar dari mulut ortu yang mungkin malas menjelaskan mengenai sesuatu kepada anaknya. Terlalu cepat kalimat ini dilontarkan kepada seorang anak usia 6-7 tahun, yang tidak tahu bagaimana caranya berbakti, meraka akan berontak atau mengikuti ucapan orang tuanya atas dasar perasaan takut dipukul.

Secara langsung ataupun tidak, kita tak memberi kesempatan pada diri kita untuk mengenal dan mengembangkan hati kita. Yang ada malah kita sibuk meng-copycat kepribadian orang tua kita dan mengesampingkan dan even worse membekukan hati kita.
Bukan maksud untuk mencemooh kebudayaan tionghoa, aku selalu mempercayai sebuah kebudayaan bisa bertahan hidup selama beribu-tahun sampai sekarang pastilah didasari oleh nilai-nilai luhur dan bajik. Yang menjadi masalah adalah seberapa dalam  persepsi manusia dalam memahami nilai-nilai tersebut. Bukan pada budayanya tapi lebih kepada orang yang memahami dan mengimplementasikan budaya sebagai way of life itu yang perlu dipertanyakan. Dengan pemahaman kebudayaan yang setengah-setengah, maka kita akan mendapatkan hasil yang setengah-setengah pula or even worse.

“Banyak orang merasa tidak tahu apa yang harus dilakukan pada hidup mereka.”
– Suhu Bhadraruci-

Statement ini merupakan alasan utama yang sangat mendasar dan kritis kenapa kita harus mengenaldiri kita. Jika kita tidak mengenal hati kita,bagaimana kita dapat menemukan cara untuk mengembangkan diri kita? Kita sangat sering mengacuhkan hati kita, hal ini kita lakukan selama bertahun-tahun dan membuat hati kita menjadi keras.
Hati yang keras adalah hati yang selalu merasa diri baik-baik saja, I’m fine, takut melihat ke dalam hati kita yang sebenarnya, afraid of who we are exactly, secara tidak langsung kita membuang diri kita yang sebenarnya. Dan akhirnya kebanyakan orang hanya mengikuti jalan hidup orang yang sukses menurut diri kita dan orang sekeliling kita. Inilah yang tahapan bagaimana mainset bisa terbentuk. Tak heran orang bijak sering berkata: “Orang disekitar dan lingkunganlah yang membentuk diri kita.”

Orang yang berhati keras adalah orang yang memiliki hidup yang menderita but meraka tidak tahu kalau mereka menderita, Jika mereka menyadarinya saat itu pula mereka bakal mencari cara untuk memperlembut hati mereka logically speaking, kita mencari kenyamanan dan menghindari penderitaan. Mereka hidup tidak berdasarkan apa kata hati sendiri, melainkan apa kata orang lain dan lingkungan sekitar. Hidup bukan atas kemauan hati sendiri. Bagaimana kita tahu apa yang kita mau, jika kita tidak mengenal dengan baik siapa diri kita?

“Cry is not a crime”
–Bude Novi-

Kalimat ini pula yang menyadarkanku akan seberapa kerasnya aku terhadap hatiku selama 20 tahun ini. “Nangislah pada saat ingin menangis dan jangan ditahan. Rasakan dan pahami kemudian ekspresikan hatimu, jadikan hatimu lembut.” Masih teringat ucapan Bude yang membekas pada ingatanku sampai sekarang.
 
Sejak saat itu,aku berusaha mengenal dan menerima diriku sendiri, dan Aku aware akan kondisi diriku. Dari sikap aware ini baru bisa merasakan seberapa menderita dan tak nyamannya diriku, dan karena  aku tahu aku menderita, aku mencoba mencari cara untuk tidak menderita, lebih jauh lagi pada saat kita mencari, mendapatkan dan kemudian melakukan cara tersebut, aku menoleh ke belakang dan aku sadar bahwa aku tak sendirian, banyak orang yang 'terjebak’ dalam hal yang sama. Baru timbul rasa kasihan melihat orang lain menderita dan mencoba untuk menolong mereka. Inilah pemikiran yang sangat simple dan mendasar dari batin welas asih.

Hati yang lembut adalah hati yang menerima diri, baik-buruk, kuat-lemah, apa adanya. Dari hati yang lembut aku belajar banyak hal. Aku paham seperti apa diriku, apa passion-ku yang sebenarnya, dan bahkan tahu bagaimana cara untuk mengembangkan batin dan diriku yang akhirnya berujung pada kestabilan hati dan kebahagiaan sejati.

Suhu sering berkata : “Batin welas asih adalah sumber dari semua aktivitas bajik.” Batin welas asih tak akan pernah muncul dari hati yang keras, batin welas asih muncul pada hati yang lembut. Sebuah batin yang bisa merasakan penderitaan diri sendiri dan empati pada orang lain. Singkat kata dari kelembutan hati inilah yang bisa membuat keseluruhan aktivitas menolong yang kita lakukan menjadi bajik.

Itulah sebabnya tak heran dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat seseorang (termasuk diriku) yang memiliki hati yang keras sepanjang hidupnya bahkan sampai dia mati. Sebaliknya, ada orang yang awalnya berhati keras tapi lama-kelamaan menjadi tambah lembut dan juga memiliki batin yang semakin stabil seiring bertambahnya usia.

Dan sekarang pertanyaan mendasar yang harus ditanyakan ke diri kita masing-masing adalah  ‘Apakah kita sadar (aware) akan kondisi batin kita?’ Kemudian setelah kita sadar tentang seberapa parahnya batin kita, apa yang kemudian kita lakukan? Apakah tetap membiarkannya atau bertekad untuk berubah dan berkembang ke kondisi batin yang lebih stabil?

Ya, memang tak dapat dipungkiri bahwa seseorang menjadi keras atau lembut tergantung didikan orang tua, kondisi lingkungan dan berbagai faktor eksternal lainnya. Namun terlepas dari itu yang paling penting sebenarnya kitalah yang (secara sadar atau terpaksa) memilih untuk menuruti mereka atau tidak.
Namun kebanyakan situasi sering mengarahkan kita menuju ‘keterpaksaan’ dalam memilih. Dan tak jarang pula akibat dari ‘keterpaksaan’ tersebut menimbulkan kegagalan atau hasil yang tak sesuai ekspektasi. Mengapa kita sering mengarah ke situasi ‘terpaksa’? Karena kita tidak cukup kuat dan stabil untuk memilih yang mana sering kali menghasilkan sikap ragu dalam menentukan pilihan. Mengapa ragu? karena kita kurang wawasan dan kurang belajar. Mengapa kita malas belajar?  Karena tidak merasa pelajaran tersebut bermanfaat untuk kita.

Biasanya hal ini yang terjadi pada self-talk kita, dan bagaikan lingkaran setan, pola ini akan terjadi terus-menerus selama kita tidak memutuskan lingkaran tersebut dan berkembang. Untuk memutuskan lingkaran tersebutlah kita butuh 2 hal, yaitu Guru yang handal dan kesungguhan hati untuk mengembangkan batin.

Seorang Guru yang handal tentu merupakan seseorang yang sudah melewati fase ‘keterpaksaan’ tadi dan tahu cara melewatinya. Dan tentunya beliau hanya bisa mengajar dan mendidik, mau atau tidak, nurut atau tidak, kembali lagi ke diri kita masing-masing.
Berguru itu sangat tidak mudah, seperti berhadapan pada batin kita sendiri ibarat cermin. Memperlihatkan seberapa parah dan hitamnya batin kita. Ini merupakan pelajaran seumur hidup yang tidak gampang untuk direalisasikan. Siapa sih yang mau mengakui bahwa batin kita buruk dan mementingkan diri sendiri? Siapa sih yang mau dikritik? Siapa sih yang tidak mau dipuji dan senang dengan pujian?

Dan yang lebih parahnya lagi, siapa sih yang mau dengan rela mengkritik batin kita yang hitam dan memarahi sikap mementingkan diri sendirinya kita? Kalau bukan guru kita sendiri. Padahal beliau tahu jelas, dengan beliau mengkritik diri kita, beliau akan dibenci.

Beliau mengkritik karena beliau kasihan, peduli dan sayang terhadap kita. Beliau tidak ingin kita mengalami hal buruk yang dulu pernah beliau alami. Atas dasar inilah yang menjadi pijakan dasar kenapa beliau mau dan rela susah payah mengajari dan mendidik kita. Tetapi kembali lagi beliau tidak bisa hanya bekerja sendiri, tanpa kesungguhan hati dari kita.

“Setelah mengembara dalam samsara, adalah [Para Guruku] yang menemukanku.
Terhalang oleh delusi, adalah Mereka yang membangunkanku dari tidur.
Setelah tenggelam dalam samudra samsara, adalah Mereka yang menarikku keluar.
Setelah tersesat, adalah Mereka yang menunjukkanku jalan yang benar.”

Teramat indah bait yang  dikutip dari Sutra Dasadharmaka diatas. Memang benar orang tua kita sangat berjasa dalam hal memberikan kita tubuh jasmani, namun dengan tubuh jasmani saja tidaklah cukup, kita harus menyadari seberapa berharga tubuh manusia tersebut dan menarik manfaat sebesar-besarnya dari tubuh manusia tersebut. Namun yang mampu menuntun kita setahap demi setahap untuk mencapai realisasi seperti ini tidak lain adalah seorang Guru.

Berkat kebaikan hati beliaulah kita dapat sadar (aware) dan melakukan hal yang benar sehingga menghasilkan kebajikan, menghindari perbuatan buruk dan terhindar dari akibat karma hitam. Bisa dikatakan tanpa Berkah Guru, tak akan ada kebajikan. Tanpa kebajikan, kita akan mati dan kemungkinan besar terjatuh kembali di alam rendah. (Guru adalah dasar dari semua kualitas baik yang aku miliki). Hal inilah yang merupakan sebab mendasar kenapa kita harus berbakti dan bertumpu pada guru spiritual dengan sungguh-sungguh.

Tuesday, August 25, 2015

KCJ Goes To Museum!!

Bagaimana Anda Memaknai Kemerdekaan?

Pertanyaan simple yang mungkin sulit untuk kita jawab secara gamblang di 70 tahun Indonesia Merdeka.  Kemajuan teknologi, kebebasan berpendapat, hingga mulai memudarnya rasa cinta tanah air mungkin bisa kita jadikan “kambing hitam”. Namun, “kambing hitam” itu tidak akan pernah jadi “kambing hitam” apabila kita mau, dan pastinya bisa, mengenang dan memaknai perjuangan para pahlawan yang rela berkorban waktu, tenaga, hingga nyawa untuk memerdekakan Indonesia.
 



KCJ berinisiatif untuk memulai suatu gerakan kecil untuk mengenang dan memaknai perjuangan pahlawan kita, yaitu dengan cara berkunjung ke museum. Kegiatan ini diprakarsai oleh Katherine Chandra dan Erlina Erwan untuk menggerakkan massa.
 
Museum yang dituju adalah Museum Bank Indonesia yang terletak di Kawasan Kota Tua Jakarta. Memasuki gedung tua yang berarsitekturkan Belanda kuno itu, tidak disangka kami disambut oleh sebuah museum modern yang ciamik dalam menampilkan perjalanan perekonomian Nusantara dari masa-masa kejayaan kerajaan, masa penjajahan, masa kemerdekaan, hingga sekarang. Perjalanan bagaimana perekonomian dapat membuat Indonesia berjaya hingga Indonesia kandas karena dijajah, diceritakan dengan tampilan yang modern disertai tata pencahayaan yang menarik. Bagaimana peranan penting perekonomian dalam masa-masa awal kemerdekaan, Gunting Syafrudin, hingga krisis moneter 1997 diceritakan dengan lengkap mulai dari penyebabnya, dampak yang dihasilkan, hingga pelajaran apa yang bisa kita tarik dari kejadian-kejadian tersebut dan dapat dipelajari secara menyenangkan.
 
Setelah melihat perjalanan perekonomian nusantara, perjalanan kami dilanjutkan ke museum wayang yang masih di Kawasan Kota Tua Jakarta. Melihat beragamnya jenis wayang di Nusantara, memberikan arti sangat kayanya kebudayaan Bumi Nusantara yang kita tinggali saat ini. Meskipun awalnya terkesan “menyeramkan” karena berlokasi di bangunan tua serta aroma barang antik yang kadang membuat bulu kuduk merinding, secara keseluruhan museum wayang layak dikunjungi untuk membuka mata kita akan kayanya kebudayaan Nusantara yang perlu kita banggakan.
 
Sebenarnya masih banyak museum yang bisa dikunjungi di Kawasan Kota Tua Jakarta, namun dikarenakan waktu yang sudah menjelang sore dan pegelnya kaki karena jalan terus, perjalanan menjelajahi museum disudahi untuk kali ini. Kegiatan ini memang terkesan kecil dan remeh, namun dari kegiatan kecil ini diharapkan tumbuh rasa kebanggaan dan cinta akan Tanah Air Indonesia, tempat dimana kita lahir, hidup, (semoga) hingga menutup usia. 

Jadi, Bagaimana Anda memaknai kemerdekaan?
Kalau kami, memulai langkah yang kecil agar bisa melakukan perjalanan dari Sabang hingga Merauke.

Sampai bertemu lagi di perjalanan-perjalanan berikutnya. MERDEKA!!!

Selamat Ulang Tahun Y.M. Tenzin Kunchog

Pada tanggal 14 Agustus 2015, bertepatan dengan diadakannya Sojong di Kadam Choeling Jakarta, Anggota KCJ berkesempatan untuk merayakan bersama ulang tahun Y.M. Tenzin Kunchog. Setelah selesai Sojong sekitar pukul 22.00, kue ulang tahun yang telah dipersiapkan sebelumnya dibawa masuk ke Hall beserta lilin-lilin yang menyala terang. Diiringi lagu “Selamat Ulang Tahun”, Y.M. Tenzin Kunchog memanjatkan doa di hari ulang tahunnya.
Sebelum tiup lilin, tidak lupa kami wefie bersama di momen berbahagia ini. Teriring doa kami untuk Y.M. Tenzin Kunchog, semoga aspirasi dan cita-cita Beliau dapat cepat tercapai dan halangan-halangan diminimalisir, api yang menyala-nyala diatas kue ditiup disertai tepuk tangan yang bersahut-sahutan. Acara ditutup dengan membagi-bagikan kue untuk disantap bersama-sama.
Sampai ketemu lagi di momen-momen berbahagia KCJ berikutnya.

Meditasi itu….

Artikel ini ditulis pada tanggal 11 Agustus 2015

Sesekalinya berada di tengah pusat perbelanjaan, ada satu hal yang tertangkap cukup sering, yaitu tas gym. Kebetulan pada tas tersebut terdapat nama gym yang bersangkutan, sehingga saya bisa menyimpulkan ya, ini tas gym, bukan sekedar tas pada umumnya. Karena penasaran lalu mencari tahu lebih lanjut tentang gym dan fitness dari kenalan yang kebetulan juga punya tas yang sama. Jadi kita membayar sejumlah tertentu uang kepada gym, lalu kita menjalani serangkaian latihan, dipandu instruktur, lalu pakai alat A, B dan C, lalu selesai, lelah, pegal, pulang, lalu di jam dan hari yang lain melanjutkan latihan. Keluarannya suatu saat di masa mendatang adalah mungkin lebih kurus, lebih berisi, tubuh lebih estetis, mungkin. Sederhananya, ada niatan ‘tuk menjalani latihan, ada suatu disiplin, ada uang, waktu, dan tenaga yang dikerahkan, sehingga ada keluaran yang diperoleh dari upaya.

Tadi itu bicara olah fisik. Untuk olah mental, meskipun tidak ada gym khusus mental atau setidaknya yang terang-terangan deklarasi, upaya untuk mengolah mental juga cukup banyak. Ini dapat dilihat dari banyaknya berbagai buku bergenre self-help, berjudul ‘rahasia’, sup ayam, 4 kebiasaan, 6 kebiasaan, mungkin kelak 100 kebiasaan seiring waktu. Juga banyak seminar motivasi, pelatihan-pelatihan memprogram pikiran (bukan hipnotis), dan sebagainya. Secara garis besar polanya mirip dengan fitness, bayar uang sejumlah tertentu, dipandu, ada tahapan, harus ini dan itu, dan seterusnya. Sang Buddha juga sejak 2500-an tahun lalu juga sebenarnya sudah meresepkan hal yang sama, bedanya adalah tanpa biaya. Mungkin karena kalah dalam iklan dan kampanye, Ajaran Buddha dan Guru Besar Buddhis  tentang meditasi tidak menjadi best seller atau sesuatu yang happening di korporat.

Meski beda secara biaya, secara pamor, metode, dan nilai, antara meditasi dan seminar maupun training motivasi dan sebagainya itu, tetapi mereka melihat kesamaan bahwa pikiran dan batin adalah aset yang harus diolah. Tapi kenapa saya memilih Meditasi Buddhis di antara semua pendekatan tersebut, adalah karena jurus olah batin ala Buddha lah yang menyelesaikan masalah tanpa masalah yang berfungsi juga untuk kehidupan mendatang; selain juga karena saya seorang Buddhis atau paling tidak beratribut Buddhis maka saya berpihak, esprit de corps, dan seminimalnya karena saya diminta menulis artikel tentang Meditasi Buddhis dan ditagih.

Meditasi Buddhis juga seperti halnya fitness memiliki suatu disiplin tertentu, menjalankannya secara serampangan akan menimbulkan efek samping kebosanan, kapok, atau malah kebal atau bebal terhadap efek meditasi alias batin membatu tak bisa berubah; kita yang berumur 30 tahun akan tetap memiliki batin kita yang 10 tahun, semacam itu kurang lebih. Sesi meditasi yang ideal dijelaskan dalam kitab suci adalah 4 sesi, subuh, pagi, siang, dan malam sebelum tengah malam. Durasinya, Yang Mulia Kamalasila menjelaskan, adalah satu jam, atau setengahnya, atau lebih sedikit lagi selama kita masih bersemangat; sehingga ketika berhenti dari meditasi kita berhenti dengan impresi yang baik terhadap meditasi, bukan sebaliknya, muak dan di kemudian hari melihat bantalan meditasi sebagai momok seram.

Bagaimana bermeditasi diajarkan dalam Gomchen Lamrim atau karya Lamrim lainnya adalah objek meditasi harus ditetapkan terlebih dahulu, begitu juga urutannya, tidak boleh ada penambahan atau pengurangan, dan seterusnya. Merujuk daripada instruksi ini, maka sebelum bermeditasi, kita harus terlebih dahulu kenal dengan objek meditasi, dan setidaknya punya familiaritas tertentu sehingga tidak melupakannya di tengah meditasi kita. Dengan demikian, ini menjelaskan mengapa studi-kontemplasi-meditasi merupakan urutan penting dalam menjalankan meditasi. Kebutuhan studi sangat mendesak karena begitu banyak pilihan objek meditasi yang masing-masing punya TUPOKSI-nya masing-masing untuk mengatasi kilesha tertentu agar mencapai tujuan. Untuk semakin memperkuat lagi perlu dan mendesaknya belajar demi mendukung meditasi, mengutip nasehat Buddha dalam Sutra Sadhnirmochana:
“… Para Bodhisattva ini harus mendengarkan Ajaran-ajaran ini dengan benar, mengingat isinya, melatih pelafalan lisan, dan menganalisanya secara seksama. Dengan pemahaman sempurna, mereka harus pergi ke tempat terpencil seorang diri dan merenungkan Ajaran-ajaran ini serta memusatkan perhatian pada Ajaran tersebut secara terus-menerus…”

Jika seorang Bodhisattva saja juga harus belajar, apalagi saya, dan mereka, dan anda yang seperti saya? Maka sungguh luas dan mendalam nasehat Yang Mulia Suhu Bhadraruci, Butuh Banyak Belajar Biar Bisa Bantu Banyak Orang (B7O).

Berikutnya, yang merupakan tombol start untuk meditasi adalah niat (‘tuk bermeditasi). Untuk menumbuhkan niat bermeditasi, mengetahui manfaat dari meditasi adalah penting, dan agar manfaat tersebut bisa relevan maka kita memerlukan ketertarikan antara batin dan kehidupan kita. Alexander Berzin menjelaskan bahwa, “kita bukan seorang korban dari apapun yang dilemparkan oleh kehidupan kita. sebaliknya kita berperan sentral pada apa dan bagaimana kita mengalami kehidupan kita… untuk melakukanya kita harus tahu bagaimana cara kerja batin kita.” Begitu kita bisa menempatkan batin posisi awalnya yang adalah pusat kehidupan kita, barulah manfaat meditasi bisa relevan bagi kita. Tanpanya, bisa jadi meditasi menjadi sekedar olahraga, olahraga diam dalam hening sambil bersila.

Akhir kata, seperti halnya ketika fitness, anda juga butuh seorang instruktur, sama halnya dan apalagi dalam meditasi juga butuh pemandu. Makanya Lamrim mengatakan guru spiritual adalah Akar dari Sang Jalan.
Sarva Manggalam [tk]